Sains

Bagaimana mikroba mempengaruhi penyakit inflamasi

Bagaimana triliunan mikroba yang menghuni tubuh kita dapat mempengaruhi patologi kompleks seperti penyakit inflamasi? Dan apa yang terjadi jika keseimbangan ini terganggu, sehingga menjadikan para penyewa berpotensi menjadi pengganggu? Prof Samuel Nobs, peneliti dan direktur Laboratorium Interaksi Mikrobioma dan Imunitas di IRB (Institut Penelitian Biomedis yang berafiliasi dengan USI), menjelaskan hal tersebut dalam artikel yang ditulis bekerja sama dengan laRegione. Prof Nobs mengungkapkan bagaimana mikrobioma bukan hanya berperan sebagai penumpang, namun merupakan co-pilot sejati dari respons kesehatan dan kekebalan tubuh kita, sehingga membuka perspektif terapeutik baru.

Ketika kita mendengar kata “mikroba”, kita sering berpikir tentang kuman penyebab penyakit. Namun mikroba, organisme kecil seperti bakteri, virus, dan jamur, lebih dari sekadar ancaman potensial. Faktanya, banyak dari mereka hidup di dalam dan di permukaan tubuh kita, membentuk komunitas kompleks yang berperan penting dalam menjaga kesehatan kita. Namun, ketika keseimbangan ini terganggu, mikroba tersebut juga dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, terutama penyakit inflamasi.

Peradangan adalah cara alami tubuh kita untuk melindungi dirinya sendiri. Saat jari Anda terluka atau masuk angin, sistem kekebalan tubuh Anda akan bekerja, menyebabkan kemerahan, bengkak, dan nyeri untuk membantu melawan penyerang berbahaya dan memperbaiki kerusakan. Kadang-kadang, peradangan menjadi kronis, berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun, dan peradangan jangka panjang ini tidak membantu kita sama sekali namun malah merugikan kita. Peradangan kronis adalah dasar dari banyak penyakit serius, termasuk penyakit radang usus (IBD), rheumatoid arthritis, asma, dan diabetes tipe 1. Namun apa yang menyebabkan peradangan yang tidak terkontrol ini? Salah satu jawabannya mungkin terletak pada diri kita, pada mikroba yang hidup di tubuh kita.

Menemukan mikrobioma

Mikrobioma manusia adalah kumpulan triliunan mikroba yang hidup di semua permukaan yang terpapar lingkungan luar. Ini termasuk usus kita, serta kulit, mulut, dan paru-paru kita. Mikroba ini bukan sekedar penumpang pasif: mereka secara aktif membantu kita mencerna makanan, memproduksi vitamin, dan melatih sistem kekebalan tubuh kita; mereka bahkan mempengaruhi suasana hati dan perilaku kita. Mikrobioma setiap orang bersifat unik dan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk genetika, pola makan sehari-hari, gaya hidup, dan penggunaan obat-obatan. Mikrobioma yang sehat dan beragam cenderung mendukung berfungsinya sistem kekebalan tubuh. Namun bila keseimbangan ini terganggu, masalah bisa muncul.

Sejak lahir, sistem kekebalan tubuh kita belajar membedakan antara “teman” dan “musuh”. Mikroba memainkan peran penting dalam mengajarkan sistem kekebalan tubuh kita untuk merespons dengan tepat. Mikroba yang bermanfaat membantu sistem kekebalan tubuh belajar untuk tidak bereaksi berlebihan terhadap zat yang tidak berbahaya seperti serbuk sari, makanan, atau sel tubuh sendiri. Ketika mikrobioma sehat, hal itu meningkatkan respons imun yang seimbang. Namun, diyakini bahwa ketika sistem kekebalan tubuh terganggu, sistem tersebut dapat menjadi bingung dan aktif secara kronis sehingga memicu peradangan yang dapat berbahaya bagi tubuh.

Bagaimana partikel-partikel ini berkontribusi terhadap penyakit

Mari kita periksa beberapa contoh bagaimana mikroba terlibat dalam penyakit inflamasi tertentu. IBD: Usus menjadi meradang secara kronis. Studi menunjukkan bahwa orang dengan IBD sering kali memiliki tingkat bakteri menguntungkan yang lebih rendah dan tingkat bakteri berbahaya yang lebih tinggi. Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan respon imun yang terlalu aktif di usus sehingga menyebabkan nyeri, diare, dan gejala lainnya. Para peneliti telah menemukan bahwa memasukkan bakteri “baik” tertentu atau bahkan transplantasi mikrobiota tinja (memindahkan tinja yang sehat ke dalam usus pasien) dapat membantu mengurangi peradangan dan memperbaiki gejala pada beberapa pasien. Demikian pula pada rheumatoid arthritis, bakteri tertentu yang ditemukan di mulut dan usus telah dikaitkan dengan perkembangan penyakit ini. Pada penyakit autoimun ini, terjadi peradangan pada sendi, dan beberapa ilmuwan percaya bahwa mikroba ini dapat menyebabkan sistem kekebalan menyerang jaringan sendi secara keliru. Dan yang terakhir, contoh penting lainnya dimana mikroba dianggap mempengaruhi penyakit inflamasi adalah asma. Anak-anak yang terpapar berbagai macam mikroba di awal kehidupannya memiliki kemungkinan lebih kecil untuk terkena asma dan alergi. Fenomena ini dikenal sebagai “hipotesis kebersihan”, yang menyatakan bahwa lingkungan yang terlalu bersih dapat menghambat perkembangan sistem kekebalan tubuh dengan baik. Tanpa paparan mikroba yang cukup di awal kehidupan, sistem kekebalan tubuh bisa menjadi hipersensitif, yang menyebabkan peradangan kronis.

Apa yang dilakukan IRB untuk lebih memahami peran mereka?

Beberapa faktor dapat mempengaruhi komposisi dan fungsi mikroorganisme yang berada di tubuh kita dalam konteks penyakit inflamasi. Dalam kebanyakan kasus, rincian interaksi ini tidak diketahui sama sekali. Untuk lebih memahami pertanyaan terbuka ini, kami baru-baru ini membentuk kelompok penelitian baru di IRB yang berfokus pada interaksi antara sistem kekebalan dan mikrobioma. Tujuan kami adalah menyelidiki apakah dan bagaimana mikroba ini dapat mempengaruhi perkembangan penyakit tersebut. Penelitian kami umumnya berfokus pada pemahaman perkembangan penyakit yang mempengaruhi paru-paru. Ini termasuk infeksi virus seperti influenza atau SARS-CoV2. Misalnya, diketahui bahwa jenis mikroba yang ada di usus orang yang terinfeksi SARS-CoV2 berbeda dengan orang sehat. Namun, masih belum jelas apakah hal ini secara langsung memengaruhi cara orang melawan infeksi. Kami mencoba untuk menentukan apakah mikroba ini dapat secara langsung mengatur respons kekebalan tubuh terhadap virus dan, jika demikian, molekul mana dalam organisme tersebut yang bertanggung jawab atas fungsi ini. Dalam proyek lain, kami juga menyelidiki apakah komunitas bakteri usus mengalami perubahan peradangan paru-paru kronis yang berhubungan dengan asma dan bagaimana perubahan ini dapat berkontribusi memperburuk gejala asma, seperti kesulitan bernapas. Dengan memahami interaksi ini, kami berharap suatu hari nanti dapat memanfaatkan mikroba ini untuk mengurangi peradangan berbahaya dalam tubuh dan mengembalikan keseimbangan yang sehat pada sistem kekebalan tubuh.

Bisakah mikroba digunakan untuk mengobati peradangan?

Meskipun penggunaan mikroba untuk meningkatkan kesehatan masih merupakan suatu prospek, namun saat ini mikroba merupakan salah satu bidang penelitian medis modern yang paling menarik. Para ilmuwan sedang mengeksplorasi berbagai metode untuk memanfaatkan mikroba atau produknya dalam pengobatan penyakit inflamasi. Salah satu pendekatan yang mungkin dilakukan adalah dengan memanfaatkan “probiotik”, yaitu mikroba hidup yang dapat digunakan untuk memodifikasi komunitas mikroorganisme atau memulihkan mikrobioma yang sehat pada individu dengan penyakit inflamasi. Sayangnya, hingga saat ini, belum ada penyakit yang metode ini terbukti berhasil. Dalam beberapa kasus, seperti mengonsumsi suplemen probiotik setelah menggunakan antibiotik, bahkan dapat menunda pemulihan mikrobioma yang sehat. Namun, pemahaman yang lebih mendalam tentang mikroba yang mempengaruhi penyakit inflamasi diharapkan dapat memberikan manfaat kesehatan yang nyata bagi pasien IBD atau asma melalui penggunaan bakteri khusus ini. Penerapan lainnya adalah pengenalan “prebiotik” ke dalam rencana diet: orang memasukkan makanan tertentu, seperti serat, untuk mendorong pertumbuhan bakteri menguntungkan dan mengurangi tingkat bakteri berbahaya. Pendekatan ini sangat menjanjikan, karena nutrisi merupakan faktor kunci dalam kesehatan manusia, dan mengonsumsi makanan bervariasi yang kaya akan buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan makanan fermentasi dapat meningkatkan mikrobioma yang lebih sehat sehingga membantu mengurangi peradangan. Pendekatan yang sejauh ini terbukti paling efektif dalam kondisi klinis adalah transplantasi mikrobiota feses (FMT). Perawatan ini melibatkan pemindahan tinja dari donor yang sehat ke dalam usus pasien. Transplantasi feses telah menunjukkan hasil yang sangat baik dalam pengobatan infeksi usus parah yang disebut Clostridium difficile dan saat ini sedang dipelajari untuk pengobatan kondisi peradangan lainnya.

Sebuah batas baru dalam dunia kedokteran

Kami baru mulai memahami dampak keseluruhan mikroba terhadap peradangan dan penyakit. Namun apa yang kita ketahui sejauh ini telah mengubah cara berpikir dokter tentang kesehatan. Daripada sekadar mengobati gejalanya, kini ada minat yang semakin besar untuk mengatasi akar permasalahannya: mengembalikan keseimbangan mikrobioma dan menenangkan sistem kekebalan tubuh. Ini tidak berarti bahwa mikroba adalah satu-satunya penyebab semua penyakit inflamasi. Genetika, lingkungan, dan gaya hidup juga memainkan peran penting. Namun mikroba adalah bagian penting dari permasalahan ini, dan pengobatan di masa depan mungkin mencakup terapi berbasis mikrobioma yang dirancang untuk mencegah atau membalikkan peradangan kronis. Hubungan antara mikroba dan peradangan sangatlah rumit, namun semakin jelas bahwa mikroba memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan kita. Dengan memahami dan mengembangkan mikrobioma, kita dapat menemukan cara baru untuk mencegah dan mengobati beberapa penyakit paling umum dan menantang di zaman kita. Lain kali Anda berpikir tentang mikroba, ingatlah: mereka bukan hanya kuman, mereka adalah mitra kesehatan Anda.

Konten diproduksi oleh Institute for Research in Biomedicine (IRB) di Bellinzona, yang berafiliasi dengan USI, pada hari jadinya yang ke-25, bekerja sama dengan laRegione .

Source

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button