Penemuan Mengejutkan dalam Fisika Kuantum

Peneliti kuantum di abad kedua puluh satu adalah bagian dari jaringan internasional yang memerlukan banyak interaksi dan komunikasi. Sekitar seratus publikasi mengenai topik ini dihasilkan setiap hari, sering kali oleh penulis yang bekerja sama erat satu sama lain. Perkembangan dan penemuan baru dengan cepat diintegrasikan ke dalam lapangan, biasanya hanya dalam waktu beberapa minggu. Para peneliti segera melanjutkan untuk mengembangkan temuan ini dengan ide-ide inovatif. Seperti itulah kehidupan sehari-hari di bidang teori kuantum saat merayakan ulang tahun keseratus perkembangan awal mekanika kuantum. Untuk memperingati tonggak sejarah ini, UNESCO mencanangkan tahun 2025 sebagai Tahun Internasional Sains dan Teknologi Kuantum. Salah satu penemuan terbaru di tahun istimewa ini datang dari kelompok penelitian internasional yang dipimpin oleh fisikawan kuantum Jens Eisert, profesor di Freie Universität Berlin. Temuan mengejutkan kelompok ini telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman para ilmuwan tentang keterikatan kuantum. Studi mereka, “Entanglement Theory with Limited Computational Resources,” baru-baru ini diterbitkan di jurnal ilmiah Fisika Alam. Artikel tersebut menunjukkan bahwa, dalam praktiknya, metode yang digunakan untuk mengukur korelasi dalam mekanika kuantum mungkin tidak berfungsi persis seperti asumsi sebelumnya.
Pada tahun 1920-an, fisikawan meletakkan dasar bagi mekanika kuantum, yang kemudian menjadi teori fundamental dalam fisika. Teori kuantum bertujuan untuk menjelaskan perilaku materi dan cahaya pada skala terkecil, seperti atom dan foton. Berbeda dengan fisika klasik, partikel-partikel ini bisa ada secara bersamaan dalam keadaan berbeda dan bisa “terlibat” satu sama lain dalam jarak yang sangat jauh. Teori keterjeratan adalah aspek sentral mekanika kuantum dan telah membuka jalan bagi banyak kemajuan teknologi modern, seperti chip komputer, laser, dan komputer kuantum. Ini juga berperan penting dalam pengembangan komunikasi yang aman dan pemahaman materi kuantum.
Hingga baru-baru ini, terdapat asumsi umum di kalangan ilmuwan bahwa keadaan kuantum yang terjerat dapat dipertahankan dan dimanipulasi secara efektif di lingkungan laboratorium sambil melakukan operasi kuantum yang sepenuhnya umum tanpa batasan selain lokalitas. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa penerapan praktis keterjeratan kuantum, khususnya dalam komputasi kuantum, lebih terbatas daripada yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini dapat disebabkan oleh kendala komputasi, bahkan ketika kondisinya ideal. “Untuk waktu yang lama, pemahaman kita tentang keterjeratan dibangun berdasarkan asumsi-asumsi ideal,” kata Eisert. “Pekerjaan kami sekarang menunjukkan bahwa perbedaan mendasar muncul dalam pengukuran komputasi kuantum utama ketika dilakukan dalam kondisi realistis, yaitu kondisi efisien.”
Kesadaran ini telah mengarahkan tim peneliti untuk memperkenalkan dua angka penting dalam fisika kuantum: keterjeratan komputasi yang dapat didistilasi dan biaya keterjeratan komputasi. Kedua angka ini mengukur tingkat keterjeratan dalam keadaan kuantum, dalam bentuk bit terjerat (ebit), dalam kondisi terbatas tertentu.
Studi ini secara mendasar dapat mengubah pemahaman para ilmuwan tentang bagaimana informasi kuantum diproses dan menekankan pentingnya mempertimbangkan sumber daya komputasi dalam melakukan tugas-tugas ini. Selain itu, hal ini menghadirkan potensi solusi baru untuk permasalahan terkini seputar efisiensi komputasi kuantum – lebih dari sekadar masalah perangkat keras. Pendekatan ini membentuk hubungan baru antara ilmu komputer teoretis, yang berhubungan dengan kompleksitas dan kesulitan operasi komputasi, dan fisika, yang berupaya memahami alam.
Eisert juga mencatat bahwa hasil penelitiannya menunjukkan adanya kontradiksi tertentu dalam teori kuantum yang sampai sekarang luput dari perhatian. “Tampaknya dua bidang penelitian penting tidak cukup berkomunikasi satu sama lain, yaitu pakar teori keterjeratan dan pakar algoritma kuantum,” katanya. Pertukaran semacam ini merupakan inti dari penelitian mereka saat ini, yang menyoroti bahwa pertanyaan-pertanyaan penelitian yang menarik sering kali muncul pada titik-titik kontak antar bidang, atau seperti yang dikatakan Eisert, “Dalam 'kesenjangan budaya' atau di sepanjang garis patahan tektonik dari pengetahuan yang sudah mapan. Teori kuantum tidak terkecuali dalam hal ini.”
Kata Latin veritas, justitia, dan libertas, yang membingkai stempel Freie Universität Berlin, mewakili nilai-nilai yang telah mendefinisikan etos akademis Freie Universität sejak didirikan pada bulan Desember 1948.



